![]() |
Nyimas Sakuntala Dewi aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) |
Newslaskar, Bekasi – Peringatan Hari Kartini tahun ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bersama dalam mendorong pendidikan dan pemberdayaan perempuan, mewujudkan semangat Kartini yang progresif dan transformatif |
Perempuan merupakan Fondasi utama dalam mewujudkan kesetaraan dan kemajuan bangsa untuk itu perlu Pendidikan di tengah tantangan globalisasi,kata Nyimas Sakuntala Dewi (NSD), Alumni Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI),
Semangat Kartini harus dimaknai sebagai upaya mendorong perempuan untuk terus belajar dan berkarya, baik di ranah domestik maupun publik.
"Di era seperti sekarang, Perempuan harus menyadari tidak boleh lagi ada perempuan yang tidak berpendidikan ,” tegas Bunda Nyimas, sapaannya, dalam wawancara hari ini, Senin (21/4/2025).
Ia menjelaskan, Pendidikan tidak hanya diperoleh melalui sekolah formal, tetapi juga dari pengalaman sehari-hari.
“Perempuan bisa berkarya dari hal terkecil, seperti mengelola rumah tangga dan mendidik anak dengan nilai-nilai yang baik bukan hanya dari sekolah Formal,” tambahnya.
Perempuan yang akrab dengan semua kalangan menekankan bahwa perempuan harus mempunyai peran yang sama dalam ruang pemerintahan, termasuk di Kota Bekasi. "Harus diingat bahwa perempuan bukan hanya menjadi pelengkap saja," tegasnya.
Bunda Nyimas juga menyoroti peran pemerintah dalam memastikan akses pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, terutama melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
“Masih banyak perempuan menjadi korban karena minimnya pendidikan. Sosialisasi dan pelatihan harus terus digencarkan,” ujarnya.
Ia mengkritik pandangan patriarkis yang meremehkan kemampuan perempuan, meski mengakui bahwa perubahan tidak bisa instan.
Selain itu, ia menegaskan bahwa perempuan harus tetap bersikap santun dan tegas sambil terus menuntut kesempatan setara dengan laki-laki.
“Mendidik anak dan mengelola rumah tangga adalah kontribusi besar bagi bangsa. Ibu rumah tangga punya peran strategis,” katanya.
Terkait kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, Bunda Nyimas menyatakan ketidaksetujuannya. “Kenapa harus dibatasi 30%? Perempuan seharusnya bisa meraih lebih tanpa batasan angka,” ujarnya (*)
(yanso)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar