Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Pelecehan Seksual Kampus Gundar: Pelecehan VS Pelecehan

Rabu, Desember 14, 2022 | Desember 14, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-12-14T10:10:52Z

 

Entah apa yang terpikirkan sampai tega melakukan hal tersebut. Padahal jelas, yang dilakukan oleh oknum-onum tersebut juga bagian dari pelecehan (Foto by Twitter)



News Laskar, Opini- Mengamati fenomena saat ini, warganet dihebohkan oleh video penghakiman yang diduga pelaku pelecehan seksual yang tersebar di media sosial. Diketahui, video tersebut berlokasi di kampus Gunadarma, Depok.

 

Dalam banyaknya video yang beredar, nampak jelas aksi bullying dan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum mahasiswa Gundar sendiri. Bahkan, terdapat juga unggahan foto yang diduga pelaku pelecehan seksual ditelanjangi oleh massa. Jelas, ini akan mencoreng nama baik mahasiswa dan kampus Gundar itu sendiri.

 

Pelecehan seksual memang tidak bisa dibenarkan. Namun, menghakimi sendiri juga pun sama tidak bisa dibenarkan. Maka seharusnya, para penegak hukum dapat berlaku yang seadil-adilnya.  

 

Saya terfokus pada salah satu unggahan video yang memperlihatkan seorang mahasiswi mencekokan sebuah air yang diduga ialah air seni. Biar bagaimanapun, air seni dipercayai sesuatu yang menjijikan bahkan ummat muslim meyakini bahwa air tersebut mengandung najis. Maka sungguh tak pantas suatu yang najis dan menjijikan itu diminum oleh manusia. Nah, seorang mahasiswi tersebut memaksa oknum yang diduga melakukan pelecehan seksual itu untuk diminum, itu jelas tak beradab.

 

Tak hanya itu, ada juga unggahan foto oknum yang diduga melakukan pelecehan seksual tersebut ditelanjangi didepan massa. Entah apa yang terpikirkan sampai tega melakukan hal tersebut. Padahal jelas, yang dilakukan oleh oknum-onum tersebut juga bagian dari pelecehan. Lantas, apa sebenarnya? Pelecehan vs Pelecehan?


Baca juga :  Dapatkah Pemberantasan Korupsi Menjadi Cara Untuk Memulihkan Ekonomi? Ini Pandangan Sri Mulyani Dan Abraham Samad


Terlihat juga, oknum terseut diikat pada pohon, lalu menghakiminya dengan disiram air seember. Ternyata tak hanya disiram, oknum yang menghakimi tersebut juga memasukan ember tersebut pada kepala yang diduga pelaku itu.

 

Hal tersebut mengingatkan saya pada suatu kisah yang diceritakan dalam Buku Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur, yang mengutip dari Anand Krishna, Surat Al-fatihah bagi Orang Modern, 1999: 64-65. Didalamnya mengisahkan seorang perempuan yang dihukum rajam atau hukuman mati akibat berzina. Padahal ia seorang pelacur.

 

“Suatu hari para pemuka agama, para tokoh masyarakat menjatuhkan hukuman atas seorang wanita yang dianggap berzina, walaupun wanita itu sebetulnya seorang pelacur. Hukuman yang dijatuhkan kepadanya tidak main-main: rajam atau hukuman mati, dengan cara dilempari batu sampai ia menghembuskan napasnya yang terakhir,” tulisnya.

 

Seluruh masyarakat termasuk anak-anak yang tidak tahu apa-apa, juga berlomba-lomba dalam menghakimi perempuan sudah dijatuhkan hukuman mati.

“Tidak hanya pra pemuka agama dan tokoh masyarakat, tetapi anak-anak kecil, mereka yang tidak tahu “dosa” itu apa, “pelacuran” dan “zina” itu apa, turut ambil bagian dalam aksi pembunuhan seorang wanita yang dianggap “tuna susila” oleh masyarakat yang menganggap dirinya “cukup susila”,” jelasnya.

 

Dengan keadaan tubuh wanita yang berlumuran darah dan menjerit kesakitan. Tiba-tiba datang seorang pria yang berbadan kurus, tinggi dan berjubah putih, untuk segera mendekati dan memeluknnya. Dengan mata merah, bibir bergemetar, ia marah dengan suara yang berapi-api bagai suara petir di tengah hari.

 

“Kalian sedang melempari batu,  kalian yang ingin membunuh wanita ini, kenapa kalian ingin membunuh dia? Karena ia seorang pelacur? Karena ia melacurkan badannya? Apakah kalian lebih baik dari dia? Kalian telah melacurkan jiwa kalian, roh kalian. Kalian semua munafik. Adakah satupun di antara kalian yang pernah melacurkan jiwanya, rohnya? Kalau ada, biarkan dia yang melemparkan batu pertama. Kalian semua kotor, tidak bersih. Kalian tidak berhak menghukum wanita ini.”

 

“kata orang, ia yang melindungi wanita malang itu adalah Nabi Isa,” tutupnya.

 

Meski dari kisah tersebut yang diceritakan ialah seorang wanita yang dianggap berzina, namun disisi lain ada persamaan pada video yang viral di media sosial tersebut. Yakni, penghakiman terhadap kesalahan seseorang.

 

Perkataan seorang pria yang dianggap Nabi Isa pada kisah tersebut sangat perlu untuk direfleksikan kepada kita semua, agar kita selaku manusia tidak mudah menghakimi kesalahan seseorang.


kontributor: Rachmad Setiadi

editor: arsm

Tidak ada komentar:

Iklan